Tips Cara Berteman Dalam Islam Sesuai Al-Qur'an dan Sunnah
Source : unsplash.com |
Kiky
Style - Islam
memerintahkan supaya mencari teman bergaul yang baik, bergaullah dengan mukmin
dan hindarilah bergaul dengan orang fasik.
Dari
Abu Sa’id Al Khudri radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ
تُصَاحِبْ إِلاَّ مُؤْمِنًا وَلاَ يَأْكُلْ طَعَامَكَ إِلاَّ تَقِىٌّ
“Janganlah
engkau bergaul kecuali dengan seorang mukmin. Janganlah memakan makananmu
melainkan orang bertakwa.” (HR. Abu Daud no. 4832 dan Tirmidzi no. 2395.
Hadits ini hasan kata Syaikh Al Albani).
Hadits
di atas memerintahkan pada kita untuk bergaul dengan orang yang beriman,
bertakwa dan amanat. Dan hendaklah kita menghindari bergaul dengan orang-orang
yang rusak, orang kafir dan ahli maksiat, ditambah jika tidak bisa memberikan
pengaruh pada mereka. Karena, sangat mudah mengetahui seperti apa cerminan diri
Anda. Cukup dengan melihat bersama siapa saja Anda sering bergaul, seperti
itulah cerminan diri Anda.
Kenyataan
ini telah dipaparkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda :
الْمُؤْمِنُ مِرْآةُ (أخيه) الْمُؤْمِنِ
“Seorang
mukmin cerminan dari saudaranya yang mukmin” [HR al-Bukhâri (al-Adabul
-Mufrad no. 239) dan Abu Dâwud no. 4918 (ash-Shahîhah no. 926)]
Kalau
seorang biasa berkumpul dengan seseorang yang hobinya berjudi, maka kurang
lebih dia seperti itu juga. Begitu pula sebaliknya, kalau dia biasa berkumpul
dengan orang yang rajin shalat berjamaah, maka kurang lebih dia seperti itu.
Allah
Azza wa Jalla menciptakan ruh dan menciptakan sifat-sifat khusus untuk
ruh tersebut. Di antara sifat ruh (jiwa) adalah dia tidak mau berkumpul dan
bergaul dengan selain jenisnya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah
menegaskan hakekat ini dengan bersabda:
الأَرْوَاحُ
جُنُودٌ مُجَنَّدَةٌ فَمَا تَعَارَفَ مِنْهَا ائْتَلَفَ وَمَا تَنَاكَرَ مِنْهَا اخْتَلَفَ
“Ruh-ruh
itu bagaikan pasukan yang berkumpul (berkelompok). (Oleh karena itu), jika
mereka saling mengenal maka mereka akan bersatu, dan jika saling tidak mengenal
maka akan berbeda (berpisah)” [HR al-Bukhâri no. 3336 dan Muslim no. 6708]
Memilih
teman yang baik adalah sesuatu yang tak bisa dianggap remeh. Karena itu, Islam
mengajarkan agar kita tak salah dalam memilihnya. Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda :
الرَّجُلُ
عَلَى دِينِ خَلِيلِهِ فَلْيَنْظُرْ أَحَدُكُمْ مَنْ يُخَالِلُ
“Seseorang
itu tergantung pada agama temannya. Oleh karena itu, salah satu di antara
kalian hendaknya memperhatikan siapa yang dia jadikan teman” [HR Abu Dâwud
no. 4833 dan at-Tirmidzi no. 2378. (ash-Shahîhah no. 927)]
Maka,
dari itu kita sangat berhati-hati dalam memilih teman agar selamat dunia
akhirat. Karena, sahabat kita akan sangat berpengaruh terhadap kita. Teman yang
shalih punya pengaruh untuk menguatkan iman dan terus istiqamah karena kita
akan terpengaruh dengan kelakuan baiknya hingga semangat untuk beramal. Demikian
pula yang sebaliknya.
Diriwayatkan
dari Abu Musa radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda,
مَثَلُ
الْجَلِيسِ الصَّالِحِ وَالْجَلِيسِ السَّوْءِ كَمَثَلِ صَاحِبِ الْمِسْكِ وَكِيرِ
الْحَدَّادِ ، لاَ يَعْدَمُكَ مِنْ صَاحِبِ الْمِسْكِ إِمَّا تَشْتَرِيهِ أَوْ
تَجِدُ رِيحَهُ ، وَكِيرُ الْحَدَّادِ يُحْرِقُ بَدَنَكَ أَوْ ثَوْبَكَ أَوْ
تَجِدُ مِنْهُ رِيحًا خَبِيثَةً
“Seseorang
yang duduk (berteman) dengan orang shalih dan orang yang jelek bagaikan
berteman dengan pemilik minyak wangi dan pandai besi. Pemilik minyak wangi
tidak akan merugikanmu; engkau bisa membeli (minyak wangi) darinya atau minimal
engkau mendapat baunya. Adapun berteman dengan pandai besi, jika engkau tidak
mendapati badan atau pakaianmu hangus terbakar, minimal engkau mendapat baunya
yang tidak enak.” (HR. Bukhari, no. 2101)
Dari
Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
الْمَرْءُ
عَلَى دِينِ خَلِيلِهِ فَلْيَنْظُرْ أَحَدُكُمْ مَنْ يُخَالِلُ
“Seseorang
akan mencocoki kebiasaan teman karibnya. Oleh karenanya, perhatikanlah siapa
yang akan menjadi teman karib kalian.” (HR. Abu Daud, no. 4833; Tirmidzi,
no. 2378; dan Ahmad, 2:344. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits
ini shahih)
Imam
Al-Ghazali rahimahullah mengatakan, “Bersahabat dan bergaul dengan
orang-orang yang pelit, akan mengakibatkan kita tertular pelitnya. Sedangkan
bersahabat dengan orang yang zuhud, membuat kita juga ikut zuhud dalam masalah
dunia. Karena memang asalnya seseorang akan mencontoh teman dekatnya.” (Tuhfah
Al-Ahwadzi, 7: 94)
Teman
yang shalih punya pengaruh untuk menguatkan iman dan terus istiqamah karena
kita akan terpengaruh dengan kelakuan baiknya hingga semangat untuk beramal.
Sebagaimana kata pepatah Arab,
الصَّاحِبُ
سَاحِبٌ
“Yang
namanya sahabat bisa menarik (mempengaruhi).”
Ahli
hikmah juga menuturkan,
يُظَنُّ
بِالمرْءِ مَا يُظَنُّ بِقَرِيْنِهِ
“Seseorang
itu bisa dinilai dari orang yang jadi teman dekatnya.”
Manfaat
berteman dengan orang Shalih/Shalihah
1. Dia
akan mengingatkan kita untuk beramal shalih, juga saat terjatuh dalam
kesalahan.
Teman
yang baik akan senantiasa memperingatkan kita ketika kita didalam kemaksiatan,
dan juga saling menasihati ketika kita salah. Dalil teman shalih akan selalu
mendukung kita dalam kebaikan dan mengingatkan kita dari kesalahan, lihat kisah
persaudaraan Salman dan Abu Darda’ berikut.
Dari
Abu Juhaifah Wahb bin ‘Abdullah berkata, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam pernah mempersaudarakan antara Salman dan Abu Darda’. Tatkala
Salman bertandang (ziarah) ke rumah Abu Darda’, ia melihat Ummu Darda’ (istri
Abu Darda’) dalam keadaan mengenakan pakaian yang serba kusut. Salman pun
bertanya padanya, “Mengapa keadaan kamu seperti itu?” Wanita itu
menjawab, “Saudaramu Abu Darda’ sudah tidak mempunyai hajat lagi pada
keduniaan.”
Kemudian
Abu Darda’ datang dan ia membuatkan makanan untuk Salman. Setelah selesai Abu
Darda’ berkata kepada Salman, “Makanlah, karena saya sedang berpuasa.”
Salman menjawab, “Saya tidak akan makan sebelum engkau pun makan.” Maka
Abu Darda’ pun makan. Pada malam harinya, Abu Darda’ bangun untuk mengerjakan
shalat malam. Salman pun berkata padanya, “Tidurlah.” Abu Darda’ pun
tidur kembali.
Ketika
Abu Darda’ bangun hendak mengerjakan shalat malam, Salman lagi berkata padanya,
“Tidurlah!” Hingga pada akhir malam, Salman berkata, “Bangunlah.”
Lalu mereka shalat bersama-sama. Setelah itu, Salman berkata kepadanya,
إِنَّ
لِرَبِّكَ عَلَيْكَ حَقًّا ، وَلِنَفْسِكَ عَلَيْكَ حَقًّا ، وَلأَهْلِكَ عَلَيْكَ
حَقًّا ، فَأَعْطِ كُلَّ ذِى حَقٍّ حَقَّهُ
“Sesungguhnya
bagi Rabbmu ada hak, bagi dirimu ada hak, dan bagi keluargamu juga ada hak.
Maka penuhilah masing-masing hak tersebut.“
Kemudian
Abu Darda’ mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu
menceritakan apa yang baru saja terjadi. Beliau lantas bersabda, “Salman itu
benar.” (HR. Bukhari, no. 1968).
2. Dia
akan mendoakan kita dalam kebaikan.
Mempunyai
sahabat shalih maupun shalihah merupakan impian kita bersama. Karena, dengan adanya
mereka kita senantiasa selalu dido’akan oleh mereka dan juga dinasihati agar
tetap dalam keadaan yang baik.
Dari
Shafwan bin ‘Abdillah bin Shafwan –istrinya adalah Ad Darda’ binti Abid
Darda’-, beliau mengatakan,
“Aku
tiba di negeri Syam. Kemudian saya bertemu dengan Ummu Ad-Darda’ (ibu
mertua Shafwan, pen) di rumah. Namun, saya tidak bertemu dengan Abu
Ad-Darda’ (bapak mertua Shafwan, pen)”. Ummu Ad-Darda’ berkata, “Apakah
engkau ingin berhaji tahun ini?” Aku (Shafwan) berkata, “Iya.”
Ummu
Darda’ pun mengatakan, “Kalau begitu do’akanlah kebaikan pada kami karena
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda,”
دَعْوَةُ
الْمَرْءِ الْمُسْلِمِ لأَخِيهِ بِظَهْرِ الْغَيْبِ مُسْتَجَابَةٌ عِنْدَ رَأْسِهِ
مَلَكٌ مُوَكَّلٌ كُلَّمَا دَعَا لأَخِيهِ بِخَيْرٍ قَالَ الْمَلَكُ الْمُوَكَّلُ
بِهِ آمِينَ وَلَكَ بِمِثْلٍ
“Sesungguhnya
do’a seorang muslim kepada saudaranya di saat saudaranya tidak mengetahuinya
adalah doa’a yang mustajab (terkabulkan). Di sisi orang yang akan mendo’akan
saudaranya ini ada malaikat yang bertugas mengaminkan do’anya. Tatkala dia
mendo’akan saudaranya dengan kebaikan, malaikat tersebut akan berkata: Aamiin.
Engkau akan mendapatkan semisal dengan saudaramu tadi.”
Shafwan
pun mengatakan, “Aku pun bertemu Abu Darda’ di pasar, lalu Abu Darda’
mengatakan sebagaimana istrinya tadi. Abu Darda’ mengatakan bahwa dia
menukilnya dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (HR. Muslim, no.
2733)
Saat
kita tasyahud, kita seringkali membaca bacaan berikut,
السَّلاَمُ
عَلَيْنَا وَعَلَى عِبَادِ اللَّهِ الصَّالِحِينَ
“Assalaamu
‘alainaa wa ‘ala ‘ibadillahish shalihiin (artinya: salam untuk kami
dan juga untuk hamba Allah yang shalih).”
Disebutkan
dalam lanjutan hadits,
فَإِنَّكُمْ
إِذَا قُلْتُمُوهَا أَصَابَتْ كُلَّ عَبْدٍ لِلَّهِ صَالِحٍ فِى السَّمَاءِ
وَالأَرْضِ
“Jika
kalian mengucapkan seperti itu, maka doa tadi akan tertuju pada setiap hamba
Allah yang shalih di langit dan di bumi.” (HR. Bukhari, no. 831 dan Muslim,
no. 402).
Shalihin
adalah bentuk plural dari shalih. Ibnu Hajar berkata, “Shalih sendiri
berarti,
الْقَائِم
بِمَا يَجِب عَلَيْهِ مِنْ حُقُوق اللَّه وَحُقُوق عِبَاده وَتَتَفَاوَت دَرَجَاته
“Orang
yang menjalankan kewajiban terhadap Allah dan kewajiban terhadap sesama hamba
Allah. Kedudukan shalih pun bertingkat-tingkat.” (Fath Al-Bari, 2: 314).
3. Teman
dekat yang baik akan dibangkitkan bersama kita pada hari kiamat.
Dari
Abu Musa radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,
قِيلَ
لِلنَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – الرَّجُلُ يُحِبُّ الْقَوْمَ وَلَمَّا
يَلْحَقْ بِهِمْ قَالَ « الْمَرْءُ مَعَ مَنْ أَحَبَّ »
“Ada
yang berkata pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ‘Ada seseorang yang
mencintai suatu kaum, namun ia tak pernah berjumpa dengan mereka.’ Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam lantas bersabda, ‘Setiap orang akan dikumpulkan bersama
orang yang ia cintai.’” (HR. Bukhari, no. 6170; Muslim, no. 2640)
Perlu
menjadi catatan, melalui keterangan di atas yang menganjurkan mencari teman
yang berlatar-belakang baik, bukan berarti kita tidak bergaul dengan
orang-orang di sekitar kita. Bukan berarti kita tidak bergaul dengan orang
kafir, ahlul-bid’ah, orang-orang fasik dan orang-orang berkarakter buruk
lainnya. Akan tetapi, pergaulan dengan mereka mesti dilandasi keinginan dan
niat untuk mendakwahi dan memperbaiki mereka.
Syaikh
Muhammad al-‘Utsaimîn rahimahullah berikut, “Jika di dalam pergaulan
dengan orang-orang fasik menjadikan sebab datangnya hidayah baginya, maka tidak
mengapa berteman dengannya. Engkau bisa undang dia ke rumahmu, kamu datang ke
rumahnya atau kamu jalan-jalan bersamanya, dengan syarat tidak mengotori kehormatan
dirimu dalam andangan masyarakat. Betapa banyak orang-orang fasik mendapatkan
hidayah dengan berteman dengan orang-orang yang baik.” [At-Ta’lîquts Tsamîn
‘ala Syarhi Ibni al’Utsaimîn li Hilyati Thalabil ‘Ilmi hlm. 24]
Semoga
Allah memberikan kita teman yang shalih/shalihah di dunia dan akhirat.
Referensi : https://almanhaj.or.id
https://rumaysho.com
https://rumaysho.com
Posting Komentar untuk "Tips Cara Berteman Dalam Islam Sesuai Al-Qur'an dan Sunnah"